.permalink {border: 1px dotted #EFF0F1; padding: 5px; background: #AAFFA0;-moz-border-radius:5px;} .permalink a {background:none;} img.float-right {margin: 5px 0px 0 10px;} img.float-left {margin: 5px 10px 0 0px;}

ASBIHU NU

SELAMAT DATANG DI BLOG PENGURUS PUSAT ASOSASI BINA HAJI DAN UMRAH NAHDLATUL ULAMA (PP. ASBIHU NU) -- SELURUH PIMPINAN DAN STAF PP ASBIHU-NU MENGUCAPKAN SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH HAJI 1436 H SEMOGA MEMPEROLEH BALASAN HAJI MABRUR DAN DITERIMA AMALNYA SERTA SELALU MENDAPATKAN PERLINDUNGAN ALLAH SWT. آمِـــــيْنْ ...آمِـــــيْنْ ... يَا رَبَّ الْعَـــالَمِيْنْ

PP. ASBIHU NU


widget

Iklan

 photo addesign_zpshzefpw5i.gif

Tuesday 16 December 2014

Mengkaji Ulang Makna Istitha’ah Dalam Perhajian Indonesia Oleh: H. Moch. Bukhori Muslim,Lc., MA (Sekjen PP. ASBIHU NU)



Alhamdulillah, pada tahun 2012, Indonesia mendapat penghargaan sebegai penyelenggara haji terbaik di dunia. Penilaian tersebut berdasarkan voting dari 5000 organisasi di dunia. Indonesia dianggap sukses menyelenggarakan prosesi ibadah haji bagi masyarakatnya yang jumlahnya terbanyak di dunia untuk melakukan ibadah haji. Kita patut bersykur dan terus berupaya meningkatkannya.
Namun demikian, bukan berarti kesuksesan penyelenggaran haji Indonesia tidak menghadapi persoalan internal. Salah satu persoalan krusial yang harus ditemukan solusinya adalah panjangnya antrian jamaah. Daftar tunggu jamaah haji di Indoensia rata-rata 12 tahun dengan jumlah total hampir mencapai 2,5 juta orang. Provinsi yang memiliki masa tunggu terpendek adalah Maluku Utara yaitu 6 tahun, sedangkan provinsi yang memiliki masa tunggu terpanjang adalah Sulawesi Selatan, yaitu 17 tahun. Masalah atrian jamaah haji juga dialami oleh seluruh negara di dunia. Suolusi yang sekarang ini dimunculkan adalah menggantungkan kebijakan Pemerintah Saudi Arabia, yaitu berharap agar kuota jamaah haji agar ditambah untuk mengurangi jumlah daftar tunggu.
Makna Istitha’ah
Ibadah Haji merupakan rukun Islam ke lima setelah syahadat, puasa, shalat dan zakat. Kewajiban haji dibebankan kepada setiap muslim yang telah mampu, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 97.
Makna istitha’ah telah dibahas oleh para ulama, baik ulama fiqih, ahli tafsir maupun ahli hadits. Mayoritas ulama medefinisikan makna Istitha’ah dengan zaad dan raahilah, yaitu adanya bekal dan kemampuan di perjalanan. Oleh karena itu, siapapun dari umat Islam yang telah memiki biaya cukup maka mereka mendaftarkan diri untuk menjadi calon jamaah haji. Pengertian istitha’ah yang hanya dipahami sebagai bekal materi ini menjadikan daftar tunggu haji semakin panjang. Peraturan yang berlaku adalah siapapun orang muslim yang memiliki uang muka sebesar 25 juta maka berhak mendaftar haji dan berhak mendapat nomor urut tunggu. Seiring meningkatkanya pendapatan masyarakat maka jumlah pendaftar calon jamaah haji akan terus meningkat. Jika hal ini terjadi maka daftar tunggu antrian akan semakin panjang.
Pengembangan makna Istitrha’ah menjadi sangat perlu untuk menjawab persoalan ini. Makna istitha’ah meliputi beberapa hal: pertama; memiliki kemampuan bekal materi, baik untuk pribadinya atau untuk keluarga. Kedua; memiliki kemampuan kesehatan badan. Kedua; memiliki kemampuan ilmu dan mampu mempratekkan.
Makna ketiga dari istitha’ah, perlu dikembangkan.  Jika makna pertama dan kedua sudah masuk dalam wilayah kebijakan pemerintah, maka pengertian ketiga seyogyanya juga harus mendapat perhatian lebih dari pemerintah. Walaupun sekarang pemerintah sudah berusaha meningkatkan pengetahuan atau ilmu perhajian kepada jamaah haji bekerja sama dengan KBIH, namun dirasakan belum maksimal.
Kemampuan ilmu fiqh haji bagi setiap jamaah haji menjadi mutlaq diperlukan. Pemerintah bisa mengambil kebijakan untuk memperketat persyaratan dalam ilmu fiqh haji bagi calon jamaah yang akan mendaftar haji. Seorang yang akan mendaftar semestinya tidak hanya memiliki kemampuan membayar biaya ongkos naik haji, namun juga harus sudah mengusai ilmu tentang manasik haji. Ketika pengusaan ilmu manasik haji menjadi syarat untuk mendaftar, maka yang akan muncul bukan lagi jamah bertanya tentang kapan keberangkatannya, namun panitia atau kementerian Agama RI justru akan bertanya ‘kapan anda siap berangkat?’.
Sebagaimana seseorang yang hendak mengerjakan shalat, maka wajib bagi setiap individu untuk belajar ilmu tentang shalat sebelum mengerjakan shalat. Demikian pula haji, setiap orang yang hendak melaksanakan haji harus mengusai ilmu manasik haji untuk keabsahan hajinya.
Syariat haji diwajibkan terakhir setelah semua umat Nabi Muhammad dirasa telah siap melaksakan haji. Allah SWT mewajibkan haji setelah semua syariat dari rukun Islam dilaksanakan oleh Nabi  SAW dan para sahabatnya. Hal ini bisa dijadikan pelajaran, bahwa orang yang melaksankan haji haruslah orang yang benar-benar sudah siap secara ilmu dan pengamalan rukun Islam. dengan kata lain, seyogyanya orang yang akan pergi haji adalah orang yang sudah tertib shalatnya, tertib puasanya dan sudah tertib hajinya.
Persoalan ini kurang menjadi perhatian kita. Kita hanya menitik beratkan pada persoalan materi dalam kemapuan ibadah haji. Sehingga persyaratan utama bagi calon jamaah haji hanya pada kemampuan membayar biaya pendaftaran.
Persoalan lain yang bisa teratasi dari kebijakan pengetatan dalam hal ilmu manasik haji ini adalah masalah pembimbingan. Saat ini mayoritas jamaah haji yang akan berangkat tidak menguasai ilmu haji dengan baik. Karena masih sering ditemukan jamaah haji yang sedang berpakaian ihram tapi memakai celana dalam. Atau juga masih tidak tahu urutan manasik haji. Mereka hanya pasrah dan bergantung kepada kepala rombongan.
Pengetatan syarat pendahtaran ini justru akan meningkatkan fungsi dan peran KBIH sebagai majlis-majlis pembimbingan haji. Selain itu juga bisa ditingkatkan peran dan fungsi Penyuluh Agama Islam yang selama ini telah mendapat gaji dari pemerintah.
Jika hal ini berjalan, maka amanat undang-undang bahwa penyelenggaraan haji adalah oleh pemerintah dan masyarakat dapat dilaksanakan dengan baik. Selain itu, misi dan hikmah haji kita akan bisa dirasakan atsarnya bagi seluruh masyarakat Indonesia karena akan mendapat cipratan dari keberkahan jamaah haji. Haji mabrur akan dibalas dengan surga dan dosanya diampuni, dari sini jamaah haji mampu membawa perubahan bagi lingkungan sekitar. Harapan terbesar kita adalah jamaah haji Indonesia mampu menjadi agen perubahan sosial menuju Indonesia yang thayibatun warabbun ghafur. Kemabruran haji ditentukan salah satunya adalah memiliki kemampuan ilmu manasik haji.

No comments :

Post a Comment