Pemerintah Arab
Saudi pada penyelenggaraan ibadah haji tahun ini, masih terus melakukan
perluasan dan perbaikan infrastruktur di beberapa wilayah perhajian diantaranya
; wilayah Masjidil Haram dan penataan infrastruktur di Makkah, pengembangan
wilayah Masjid Nabawi Madinah, penataan bandara King Abdul Aziz International
Airport (KAAIA) Jeddah, bandara Amir Muhammad Bin Abdul Aziz (AMAA) Madinah. Namun demikian, pemerintah
Indonesia tetap berkomitmen untuk tetap
meningkatkan pelayanan kepada jamaah haji terkait pemondokan, konsumsi, transportasi,
serta perlindungan jamaah haji di Arab Saudi.
Apalagi penyelenggaraan
operasional ibadah haji di Arab Saudi merupakan rangkaian kegiatan lanjutan
dari operasional yang dilakukan di Tanah Air sekaligus menjadi puncak
penyelenggaraan Ibadah Haji. Dalam upaya perbaikan operasional haji, Pengurus
Pusat Asosiasi Bina Haji dan Umrah Nahdlatul Ulama (Asbihu NU) dalam setiap
tahunnya mengadakan evaluasi haji bersama pimpinan KBIH.
Pada 2014 Asbihu
menyelenggarakan evaluasi haji yang berlangsung dari tgl 4 hingga 5 Desember
2014 di Jakarta. Hadir sebagai pembicara Irjen Kementerian Agama M Jasin,
Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri Sri Ilham Lubis dan beberapa pejabat
lainnya serta dari Travel dan KBIH.
Sri Ilham Lubis
saat tampil sebagai pembicara mengemukakan maasalah pondokan haji, catering,
transportasi dan juga rencana pemberlakuan e-hajj. Dalam hal pondokan (hotel)
ia kembali mengingatkan bahwa untuk sekarang ini jamaah sudah tidak bisa lagi
menempati pondokan (hotel) yang dekat dengan Masjidil Haram.
“Hotel-hotel
yang berdekatan dengan Masjidil Haram sekarang sudah semakin sulit karena
dibongkar untuk perluasan masjid, akhirnya mencari pondokan yang jarak dari
Masjidil Haram paling jauh 4 kilometer. Kita tidak bisa menyewa pondokan
kecuali yang harganya telah ditetapkan oleh DPR,” tutur Sri mengawali
pembicaraannya.
Jamaah sering mengeluhkan
jarak pondokan yang ternyata melebihi dari yang disampaikan pemerintah. Menurut
Sri, pengukuran jarak titik nolnya bukan dari Ka’bah tetapi dari halaman
perluasan masjid. Standar jarak maksimal 4 km. Penetapan jarak titik nol dari
perluasan masjidil haram berdasarkan pengukuran yang dilakukan oleh Siraj
For Engineering Consultation.
“Pengukuran jarak diukur mulai dari batas
terluar perluasan Masjidil Haram, alat
ukur yang digunakan adalah theodolit dan alat ukur dorong digital,” jelasnya.
Gedung/hotel di
Makkah yang melakukan wanprestasi pada tahun 1434H/2013M tidak disewa kembali. Gedung-gedung
yang disewa tahun sebelumnya dan memiliki rekam jejak yang baik disewa kembali
dengan seleksi dan negosiasi ulang.
Sri menambahkan,
penyediaan akomodasi Jamaah Haji Indonesia
dilakukan dengan prinsip efektif, efisien, ekonomis, transparan dan akuntabel . Dengan
memenuhi standar administrasi, kualitas
dan standar wilayah (lokasi yang mudah dikenal secara umum dan memiliki
kemudahan akses ke Masjidil Haram.
“Alhamdulillah
di Makkah tahun ini pemerintah bias melakukan penghematan dalam penyewaan
pondokan sebesar Rp. 100 milyar dan di Madinah bias menghemat hingga Rp. 45
milyar. Di Makkah, seperti di Jarwal, dengan plafon yang ditetapkan DPR
memperoleh hotel yang bintang lima,” tutur Sri lagi.
Menurut Sri,
meskipun pemerintah dalam hal ini Kemenag sudah memperbaiki system penyewaan
pemondokan di Arab Saudi, tetapi masih saja muncul persoalan. Tahun ini muncul
persoalan di Madinah, yakni dengan adanya penempatan jamaah di luar Markaziyah
yang jumlahnya mencapai 17 ribu jamaah. Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri ini
menyebutnya sebauah kecelakaan.
“Karena dari
awal perencanaan kita tidak ada sama sekali yang memperbolehkan jamaah haji
Indonesia di tempatkan di luar Markaziyah. Tapi rupanya kondisi dan situasi di
Madinah khususnya di wilayah Markaziyah itu ada pembongkaran 50 hotel. Bahkan
ada hotel yang lampunya sudah dipadamkan, itu artinya tidak bisaditempati
karena air pun tidak jalan. Inilah yang menyebabkan kekurangan pondokan di
Markaziyah,” tutur Sri Ilham menerangkan.
Makin
terbatasnya tempat di wilayah Markaziyah, maka misi haji negara lain telah melakukan langkah langkah awal untuk memperoleh
pemondokan jamaah yang ideal sehingga berakibat akan mengurangi peluang Indonesia untuk
menempatkan jamaah pada wilayah ideal (dekat Masjidil Haram/Makkah dan Madinah). Contoh India, Turki, Pakistan, Iran maupun Thailand.
Negara Iran
meskipun belum selesai operasional hajinya bahwa masih ada jamaah di tanah suci
sudah melakukan kontrak hotel dengan detil. Bahwa jamaah Iran akan menempati
hotel anu pada tanggal sekian sampai sekian dengan jumlah jamaah sekian.
Kontraknys sudah eksplisit sekali. “Jadi jamaahnya dari tanah airnya sudah
mengetahui nanti di Madinah akan tinggal di hotel anu,” ujar Sri Ilham.
Selain yang
menyangkut pemondokan, disampaikan pula rencana akan diberlakukannya kebijakan
e-hajj oleh Arab Saudi. Pelaksanaan e-hajj, tambahnya, tidak bisa dihindari lagi pada waktu mendatang dan
semua misi haji harus melakukan penyesuaian menyangkut dokumen jamaah,
kejelasan layanan selama di Arab Saudi seperti pemondokan, transportasi,
katering dan lain lain.
Pelaksanaan e-hajj, merupakan keputusan Dewan Menteri nomor 386
tanggal 22/11/ 1433 H tentang proyek Jalur Elektronik Jamaah Haji Internasional.
Hal itu dimaksudkan mewujudkan transparansi dalam prosedur pelayanan terhadap
jamaah haji, terkait dengan kualitas, paket layanan dan pembiayaan dan sistem kontrol
terhadap Steakholder Perhajian di Arab Saudi dalam satu pintu.
Karena itu,
menurut Sri, tidak bisa dihindari lagi
pada waktu mendatang dan semua misi haji harus melakukan penyesuaian menyangkut
dokumen jamaah,
kejelasan layanan selama di Arab Saudi seperti pemondokan, transportasi,
katering dan lain lain.
Diungkapkan,
kebijakan pelaksanaan e-hajj ini ada empat tahapan yang telah ditetapkan pihak
Kerajaan Arab Saudi. Pertama, minta penanggung jawab pelaksanaan e-hajj. Kedua,
memasukkan data jamaah haji yang sudah fik masuk kuota tahun ini. “Jadi kita
harus sudah menetapkan dari awal jamaah haji yang masuk kuota tahun ini
dimasukkan kedalam elektronik haji,” jelas Sri Ilham.
Tahapan ketiga
adalah membuat pemaketan layanan di Arab Saudi, yaitu paket pemondokan,
transportasi, catering, perkemahan armina, maktab dan lain-lainnya. Pemaketan
itu semuanya harus bisa dihubungkan
dengan program e-hajj.
Setelah itu
barulah dilakukan legalisasi bahwa kita sudah melakukan pembayaran. Jadi tidak
hanya memasukan perusahaan catering tapi harus ada pula kontrak berikut
pembayarannya. Setelah data itu masuk ke program e-hajj barulah Kementerian
haji Arab Saudi mengirimkan persetujuan nama-nama jamaah untuk diberikan
visanya.
“Ini perubahan
kebijakan yang mendasar dan mau tidak mau kita harus menyesuaikan dan
mempersiapkan yang berkaitan dengan itu,” Sri Ilham menegaskan.
Dalam hal
catering, Sri Ilham Lubis juga menyampaikan keinginan memberikan layanan yang
berkualitas. Pihaknya ingin sekali meningkatkan cita-rasa makanan agar jamaah
bisa menikmati makanannya dengan senang. Untuk meningkatkan cita-rasa makanan
biar disukai lidah orang Indonesia pihak Kemenag pun telah mengajak ahli gizi
dan kuliner serta Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung untuk mengolah makanan yang
bercita-rasa Indonesia. Caranya dengan mendatangkan juru masak dari Indonesia
dan sebelum disajikan harus sudah dinyatakan layak konsumsi.
Menjawab
pertanyaan Hj. Sri Ratnawati tentang bagaimana jika pengusaha Indonesia bisa
mensuplai kebutuhan jamaah haji Indonesia di Arab Saudi, Sri Ilham Lubis
menyambut baik tentang hal-hal yang disampaikan itu. Tetapi Direktur Pelayanan
Haji Luar Negeri itu juga menyayangkan ketersediaan maupun stok bahan makanan
yang ada di Arab Saudi.
Dia menerangkan,
di Arab mencari beras yang dari Indonesia saja sulit. Yang beras dari Thailand,
ikan dari Thailand, sayuran juga dari Thailand. Stok besar bahan makanan yang
dari Indonesia sayang tidak ada. Semua sayuran yang ada bukan dari Indonesia,
kacang buncis sekalipun itu juga dari Thailand. Pertanyaanya mengapa begitu?
Ini yang harus dijawab oleh eksportir-eksportir Indonesia.
Itulah sebabnya,
Hj. Lies Santika Nur pimpinan KBIH dari Sumedang ini menyayangkan sajian menu
cateringnya itu-itu terus. “Sayur kacang buncis, kubis, wortel, ini
membosankan bagi jamaah sehingga jamaah kadang tidak mau memakan cateringnya
yang akhirnya lebih senang dengan beli di restoran atau jajan di pinggir
jalan,” paparnya.
Dia mencontohkan
pengalaman yang dialami pada haji 2014. Saat di Makkah kebetulan jamaah yang
dimbimbing menempati pondokan di wilayah Jarwal. Hotelnya ini bintang lima,
karena itu jamaah tidak diperbolehkan masak. Kebetulan di pondokan itu ada juga
jamaah dari Lampung dan DKI yang mereka mendapat catering dari Pemerintah
Daerah. Tetapi yaitu tadi karena menu makanannya itu-itu saja mereka juga bosan
dan akhirnya banyak yang tidak mau makan.
“Nah
kejadian-kejadian semacam itu harus tidak terulang pada musim haji tahun-tahun
yang akan datang. Bagaimana caranya
terserah para pejabat yang berwenang itu,” ucap Lies Santika dengan berharap
ada perbaikan dalam munu catering.
No comments :
Post a Comment