INDAHNYA UMRAH BERSAMA ASBIHU NU
Dengan tarip yang relatif
lebih murah Asbihu-NU menyuguhkan program umrah standar yang cukup memuaskan
jemaahnya.
Banyak orang tidak percaya,
benarkah dengan tarip di bawah Rp 20 juta umrah bisa dilaksanakan. Ada yang
mengatakan bahwa umrah di bawah Rp 20 juta meragukan. Jangan-jangan penipuan
berkedok penyelenggara umrah. Atau, jangan-jangan nanti jemaah hanya diajak ke
bandara dan setelah itu menunggu tanpa ada kepastian.
Tapi, keraguan itu sama
sekali tidak hinggap di jemaah Asbihu-NU. Bagaimana mungkin perusahaan yang
mebawa nama besar NU akan melakukan penipuan atau bertindak tidak profesional.
Maka, ketika pesawat Lion dengan nomor penerbangan JT 111 mengangkasa dari
bandara Soekarno-Hatta pada pukul 11.10 WIB, semakin yakin kebenaran pilihan
kami.
Pesawat Lion Air dengan kode
penerbangan JT 111 Boeing 747-400 mendarat mulus di bandara Raja Abdul Aziz
Jeddah, Selasa, 26 Maret, pukul 16.35 WAS. Sekitar 500 penumpang pesawat
berucap syukur dan sebagian bersujud syukur.
Pesawat merapat ke Bandara
Haji Raja Abdul Aziz dengan bangunannya yang khas, berupa tenda-tenda raksasa.
Bandara Haji kini dimanfaatkan juga untuk jemaah umrah karena padatnya bandara
international. Sore itu saja ada beberapa maskapai penerbangan yang parkir di
bandara tersebut.
Kebijakan pemerintah Arab
Saudi menerima jemaah umrah di terminal haji yang khas. Proses sangat cepat
tidak seperti biasanya. Kami meninggalkan bandara sekitar magrib. Kami lantas
menuju Madinah dengan bus.
Jemaah Asbihu-NU yang
berangkat tanggal 26 Maret lalu adalah 31 jemaah asal Purwokerto dan sembilan
orang asal Jakarta. Sebanyak 25 jemaah wanita dan 15 jemaah laki-laki. Karena
jumlah jemaah semacam itu akhirnya agak sedikit menyulitkan pembagian kamar.
Namun, atas kebijakan H. Mahrus, kepala perwakilan Asbihu-NU Madinah, semua
teratasi. Apalagi Hotel Al-Majidi yang menjadi tempat kami di Madinah persis
bersebelahan dengan masjid. Kami bukan jendela langsung terlihat masjid.
Selama di Madinah jemaah
sangat senang dan bahagia mendapat tempat yang tak disangka. Makanan juga cukup
sesuai dengan selera kami. Jemaah hampir bisa dikatakan banyak menghabiskan
waktu di masjid untuk ibadah dan ziarah ke makam Rasulullah.
Hari ketiga kami lakukan
untuk berziarah ke padang dan gunung Uhud, masjid Quba, masjid Qiblatain,
Khandaq, dan lain sebagainya. Sayangnya, supir bus lebih suka mengarahkan bus
ke kebun korma mengharap jemaah belanja. Padahal, harga di situ sangat mahal
bisa disebut dua kali lipat dibanding di kota sendiri. Tapi, apa boleh buat,
banyak jemaah yang terjebak keburu membeli oleh-oleh yang mahal. Memang,
untungnya di seini kita bebasn makan apa saja yang dijual serta disuguh teh
hangat.
Cuaca panas membuat kami tak
banyakkeluyar untuk menikmati Uhud selain salat di Masjid Quba. Apalagi banyak
jemaah yang sudah cukup berusia. Sehingga dengan alasan membuiru salat lohor di
masjid Nabawi beberapa paket wisata hanya bisa dilihat dari dekat tidak
berhenti.
Perluasan Masjid Nabawi yang
seperti diisyaratkan Raja Abdullah agar menampung sekitar 1,6 juta jemaah itu,
belum terlihat. Raja meminta agar pembangunan itu berlangsung dua tahun.
Beberapa hotel sudah dikirimi surat bahwa pembangunan perluasan akan mengena ke
wilayah utara. Beberapa hotel mewah akan menjadi korban untuk itu.
Suasana Madinah seperti
dipenuhi jemaah Indoensia dan Malaysia. Gharian Arab News melaporkan bahwa
jemaah asal Asia mendominasi jemaah umrah saat ini. Meski terluhat jemaah umrah
asal Turki, Iran, Afrika, dan negara Arab lainnya, namun mash di bawah jumlah
jemaah umrah asal Asia. Baik Asia Tenggara atau Asia Tengah.
Hari keempat kebetulan jatuh
pada hari Jumat. Usai salat jumat kita harus langsung mengenakan pakaian ihram
karena langsung ke Mekah melalui miqat Bir Ali. Perjalanan menuju Mekah memakan
waktu sekitar 5 jam. Kami istirahat sebentar di tempat peristirahatan dekat
Wadi Qudaid. Sebagian kami ada yang makan martabak dan hanya minum teh. Memang,
waktu sudah menunjukkan jam makan malam. Tapi. Karena nanti di Mekah disediakan
makan di hotel, sejumlah jemaah mengekang keinginan. Sebab, Mekah tinggal
menunggu sekitar dua jam lagi.
Sepanjang perjalanan
talbiyah dikumandangkan serta selawat yang dipimpin Kiai Muslih. Sampai di Mekah jam sudah
menunjukkan pukul 23.00 malam. Sejumlah jemaah langsung menyantap makan malam
yang lumayan lezat sebelum memikirkan kamarnya. Pada dini hari itu pula kami
semua melaksanakan umrah hingga waktu Subhuh tiba. Jemaah menatap jam Mekah
yang perkasa dengan penuh takjub.
Umrah di tengah malam atau
dini hari memang seharusnya dihindari karena ritme tubuh kita tengah mengalami
penurunan. Pada saat itu tubuh kita tengah membutuhkan istirahat. Tapi, banyak
jemaah yang tak sabar yang ingin segera tahallul sehingga terbebas dari
hambatan ihram. Dampaknya keletihan memuncak. Padahal, jika mau bersabar
setelah Subuh, tubuh kita akan lebih fit dan tak terasa letih. Memang,
saat-saat seperti mataf (tempat tawaf) yang sangat padat.
Hari-hari di Mekah
dimanfaatkan untuk ibadah. Pada hari kelima jemaah menghabiskan waktu di Mekah.
Sebagian ada yang melaksanakan umrah kedua kalinya, terutama jemaah asal
Purwokerto. Sebagian yang lain mengambil umrah pada hari keenam yaitu hari Ahad
dengan memanfaatkan tour ke sejumlah tempat ritual haji dan miqat umrah
Ji’ranah.
Pada saat sebagian yang lain
melaksanakan umrah ke ji’ranah, sebagian kami melakukan tour sekitar Mekah,
yang kalau digali sebenarnya banyak sekali. Pertama kita kunjungi tempat
kelahiran Rasulullah yang kini diubah menjadi perpustakaan, melihat istana
Jabal Qubais, dan seharusnya juga ke masjid Jin dan lain sebagainya. Namu
karena panas yang menyengat dan waktu yang mulai masuk waktu sakat Lohor,
terpaksa dibatalkan.
Umrah sore hari yang kami
lakukan memang terasa sangat menyenangkan karena tubuh dalam keadaan siap.
Tidak ada letih yang mendera setelah melaksanakan umrah selama sekitar 2 jam
itu.
Hari kedelapan kami
siap-siap menuju Jeddah dan kembali ke Tanah Air. Tawaf wadak dilaksanakan
setelah salat Subuh. Do sinilah kami banyak menangis memohon untuk bisa kembali
baik untuk menunaikan umrah atau haji. Sebagian jemaah yang belum haji
membulatkan niatnya untuk mendaftar haji.
Di Mekah, pembimbing ibadah
kami KH Muslih asal Purwokerto mendapat musibah. Istrinya, Hj. Siti Hafshoh
binti Mubarak wafat dalam usia 61 tahun pada 31 Maret lalu di Sukaraja,
Banyumas. Almarhumah terkena stroke sejak dua tahun lalu. Kiai Muchlis tampak
tabah. Karena perjalanan tour sekitar Mekah diiringi tahlilan.
Nah, barang bawaan kami membengkak
dari sejumlah 41 bagasi menjadi lebih 100 bagasi, itu belum dihitung air Zamzam
hyang masing-masing mendapat 10 liter. Maklum, semua itu oleh-oleh. Kami salut
dengan penerbangan Lion yang tak membatasi barang bawaan kami. Terus terang ini
kami hargai dan kami acungi jempol karena tak membatasi barang bawaan jemaah.
Sayangnya di Jeddah jemaah
tak mampir di Balad, pusat perbelanjaan tertua di Jeddah. Jemaah yang semula
dijanjikan bisa melewati makam Ibunda Hawa, tak jadi, pengemudi mengemukakan
berbagai alasan. Akhirnya bus istirahat lama di masjid terapung.
Sejumlah jemaah berseloroh,
sebenarnya ini bukan masjid terapung. Yang benar adalah masjid jorok, karena
bangunannya menjorok ke laut. Di sini disediakan makan siang dan sejumlah
jemaah menikmati bakso ala Arab yang taripnya 5 Riyal. Jemaah masih bisa
melengkapi oleh-oleh dan juga menghjabiskan sisa riyal di sini.
Di bandara haji Jeddah,
sejumlah jemaah menyerbut Explora Dept store yang menjual barang-barang impor
tanpa cukai. Sekitar 4 jam menunggu di bandara haji ini. Pesawat pulang tepat
waktu dan pada hari kesembilan kami kembali ke tanah Air sekitar pukul 08.00
pagi.
Alhamdulillah ya Rabb. (MH)
No comments :
Post a Comment