.permalink {border: 1px dotted #EFF0F1; padding: 5px; background: #AAFFA0;-moz-border-radius:5px;} .permalink a {background:none;} img.float-right {margin: 5px 0px 0 10px;} img.float-left {margin: 5px 10px 0 0px;}

ASBIHU NU

SELAMAT DATANG DI BLOG PENGURUS PUSAT ASOSASI BINA HAJI DAN UMRAH NAHDLATUL ULAMA (PP. ASBIHU NU) -- SELURUH PIMPINAN DAN STAF PP ASBIHU-NU MENGUCAPKAN SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH HAJI 1436 H SEMOGA MEMPEROLEH BALASAN HAJI MABRUR DAN DITERIMA AMALNYA SERTA SELALU MENDAPATKAN PERLINDUNGAN ALLAH SWT. آمِـــــيْنْ ...آمِـــــيْنْ ... يَا رَبَّ الْعَـــالَمِيْنْ

PP. ASBIHU NU


widget

Iklan

 photo addesign_zpshzefpw5i.gif

Wednesday 21 March 2012

Azan Sebelum Berangkat Haji dan Umrah

Pada sebuah koran nasional ada pertrnayaan bagaimana hukum azan sebelum berangkat haji. Seorang ustadz muda langsung menjawabnya, bahwa berangkat haji dengan diawali azan dan iqamat itu adalah bid'ah. Bahkan, ustad itu menyatakan, dalam haji sebaiknya meninggalkan bid'ah agar tidak mengurangi pahala hajinya. Benarkah azan dan iqamat yang dikumandangkan sebelum berangkat haji atau umrah itu bid'ah.

Tentum, para ulama kita dahulu tidak gegabah mengamalkan ajaran agama. Mereka tidak sembarangan menerapkan ajaran Islam tanpa ada dasar atau pelajaran dari anjuran ulama sebelumnya. Adzan dan Iqamat sebelum berangkat haji udah lama ada dan sudah menjadi tradisi kita, terutama kalangan Nahdliyyin. Para ulama itu tidak bodoh dan tentu memiliki dasar yang mungkin belum diketahui oleh ustad muda yang hanya fanatik pada bacaan hadis tertentu itu. Berbeda dengan ulama kita yang membaca semua hadis, terutama yang sudah dirangkum oleh ulama-ulama sebelumnya.

Dasarnya adalah, pertama, berdasarkan penjelasan kitab I’anatut Thalibin yang ditulis oleh Mufti Mazhab Safi'i, Sayid Abu Bakar bin Syatha. Ia menulis: "Kalimat 'menjelang bepergian bagi musafir' maksudnya dalah disunnahkan azan dan iqamah bagi seseorang yang hendak bepergian berdasar hadits shahih. Abu Ya’la dalam Musnad-nya dan Ibnu Abi Syaibah mengatakan: Sebaiknya tempat adzan yang dimaksud itu dikerjakan selama bepergian asal tidak bertujuan maksiat."

Kedua, dalam Shahih Ibnu Hibban, Juz II, hal 36 disebutkan: "Dari riwayat Abu Bakar dan Ar-Rudbari dari Ibnu Dasah, ia berkata: Ibnu Mahzum menceritakan kepadaku dari Ali dari Aisyah, ia mengatakan: Jika seorang mau pergi haji atau bepergian, ia pamit kepada Rasulullah, Rasul pun mengazani dan mengqamati. Hadis ini menurut Ibnu Sunni mutawatir maknawi. Juga diriwayatkan oleh Abu Dawud, Al-Qarafi, dan Al-Baihaqi."
Dalam penilaian Imam Al-Hafiz yang dikutip oleh Sayyid Abdullah Bafaqih, Malang, hadis ini sahih.

Tentu, karena ada dasarnya tidak bisa dikatakan bahwa azan dan iqamat sebelum berangkat haji dan umrah itu sebagai bid’ah, bahkan telah menjadi sunnah.
Mubgkin, bisa kita terima jika ada pendapat ahli hadis lain yang menyatakan hadis ini tidak sahih. Hal ini wajar adanya perbedaan pendapat dan penilaian. Tapi, tidak menjadikan perbuatan azan dan iqamat sebelum berangkat hajiitu bid’ah.

Seperti pendapat Syaikh Zaruq yang dikutip Hadratusy Syaikh Hasyim Asy’ari. Menurutnya, ada tiga norma untuk menentukan, apakah perkara baru dalam urusan agama itu disebut bid’ah atau tidak. Pertama, jika perkara baru itu didukung oleh sebagian besar syari’at dan sumbernya, maka perkara tersebut bukan merupakan bid’ah.

Kedua, diukur dengan kaidah-kaidah yang digunakan para imam dan generasi salaf yang telah mempraktikkan ajaran sunnah. Jika perkara baru tersebut bertentangan dengan perbuatan para ulama, maka dikategorikan sebagai bid’ah. Jika para ulama masih berselisih pendapat mengenai mana yang dianggap ajaran ushul (inti) dan mana yang furu’ (cabang), maka harus dikembalikan pada ajaran ushul dan dalil yang mendukungnya.

Ketiga, setiap perbuatan ditakar dengan timbangan hukum. Adapun rincian hukum dalam syara’ ada enam, yakni wajib, sunah, haram, makruh, khilaful aula, dan mubah. Setiap hal yang termasuk dalam salah satu hukum itu, berarti bisa diidentifikasi dengan status hukum tersebut. Tetapi, jika tidak demikian, maka hal itu bisa dianggap bid’ah.

Dengan penjelasan bid’ah seperti di atas, Hadratusy Syeikh kemudian menyatakan, bahwa memakai tasbih, melafazhkan niat shalat, tahlilan untuk mayyit dengan syarat tidak ada sesuatu yang menghalanginya, ziarah kubur, dan semacamnya, itu semua bukanlah bid’ah yang sesat.

Apalagi, azan menjelang keberantgkatan untuk haji dan umrah yang jelas ada hadisnya, seperti telah kami kutip di atas, yang jelas telah menjadi sunnah.
(Musthafa Helmy, mengutip tulisan KH Munawir Abdul Fattah Pengasuh Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta dan KH AN Nuril Huda (Penasehat Asbihu-NU))

No comments :

Post a Comment