Menunaikan ibadah haji hanya wajib sekali dalam seumur hidup.
Sejumlah ulama anjurkan dana haji yang tidak wajib dimanfaatkan untuk amal
sosial yang pahalanya tak kalah dibanding haji.
Berhaji cukup sekali. Berhaji berkali-kali hanya terbilang sunnah
yang mungkin pahalanya masih jauh lebih rendah dibanding menyantuni fakir
miskin dan yatim-piatu. Jika haji boleh dilakukan berkali-kali tentu sudah
dikerjakan oleh Rasulullah dan para sahabatnya.
Tapi, Rasulullah sendiri hanya sekali melaksanakan ibadah haji yaitu
pada tahun ke 10 hijriyah yang juga dikenal dengan istilah haji wadak. Karena
setelah itu Rasulullah wafat. Para
sahabat juga tak mengkonsentrasikan diri untuk berhaji setiap tahun. Para
sahabat cukup melaksanakan umrah dan jika mereka rindu kepada Rasulullah maka
mereka berziarah ke makam Rasulullah di Masjid Nabawi di Madinah.
Memang, untjuk berhaji berikutnya sebaiknya diubah untuk kemanfatan
lain. Misalnya, menyantuni yatim piatu. Imam Besar Masjid Istiqlal Prof.KH Ali
Mustofa Ya'qub pernah mentamsilkannya. Jika seorang menunaikan ibadah haji yang
bukan wajib (yang kedua dan ketiga dan seterusnya) memang dijanjikan surga bagi
yang mabrur.
Tapi, surga yang mana? Coba tengok bagi mereka yang menyantuni yatim
piatu. Rasulullah bersabda: "Aku dan penyantun anak yatim seperti ini
(sambil menunjukkan dua jarinya) di surga." Artinya jelas, bahwa
penanunggung anak yatim nantinya akan berkumpul dengan Rasulullah di surga. Tentu
surga yang dihuni Rasulullah adalah surga yang kelasnya tertinggi melebihi
jatah siapa pun.
Rasulullah juga menganjurkan umatnya melaksanakan umrah pada bulan
Ramadan karena pahalanya sama dengan berhaji dengan beliau. Rasulullah
bersabda: "Barangsiapa melaksanakan umrah di bulan Ramadan maka pahalanya
sama dengan berhaji bersamaku." Tentu, berhaji bersama Rasulullah memiliki
keutamaan tersendiri.
Apalagi jumlah pendaftar haji sekarang sudah mencapai 2,2 juta
orang. Dengan kuota haji yang hanya 220.000 orang, maka masa tunggu kita
rata-rata lamanya 10 tahun. Malaysia sudah 39 tahun masa tunggunya. Karena itu
bagi mereka yang telah menunaikan ibadah haji selayaknya memberi peluang bagi
mereka yang belum menunaikan ibadah haji.
Malaysia, India, Pakistan, bahkan juga Arab Saudi membatasi mereka
berhaji setelah lima tahun. Indonesia belum berani melaksanakan kebijakan
tersebut walaupun pernah digagas dan direkomendasikan DPR dan MUI. Malaysia tak
memberi subsidi bagi jemaah haji yang mengulang. Padahal, jumlah subsidi yang
diberikan hampir separo dari tarip haji yang ditetapkan.
Majelis Ulama Indonesia dalam Rakernas pada Jumadil Akhir 1404 atau
Maret 1984 telah menghimbau kepada Umat
Islam Indonesia yang sudah melaksanakan haji untuk menghayati bahwa ibadah haji itu diwajibkan
hanya sekali seumur hidup dan dengan syarat istitha’ah dalam arti yang luas.
Kedua, umat Islam Indonesia diharapkan memberi kesempatan pada mereka yang
belum menunaikan ibadah haji terutama kepada keluarga yang belum haji. Ketiga,
umat Islam Indonesia yang sudah beberapa
kali melaksanakan ibadah haji akan lebih
bermanfaat bila dana
yang tersedia itu disalurkan untuk amal/jariyah yang dapat
dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas disamping mendapat pahala yang terus
mengalir bagi yang melaksanakannya.
Fatwa MUI ini dikeluarkan jauh sebelum jemaah haji kita mencapaui
kuota, pertama tahun 2000 sebanyak 180.000 jemaah haji. Waktu itu mulai
diberlakukan kuota haji atas rekomendasi Sidang OKI (Organisasi Konferensi
Islam) di Amman, Yordania, pada tahun 1983.
Dalam pengantar fatwa yang ditandatangani Ketua Komisi Fatwa MUI
Pusat Prof. KH Ibrahim Hosen, LML itu, menyatakan: "Umat Islam hendaknya
memahami betapa besar dan luas masalah yang dihadapi oleh pemerintah Arab Saudi
dan Pemerintah RI dalam usaha melayani dan
menyediakan kemudahan bagi
kepentingan jamaah haji yang
jumlahnya tiap tahun
semakin besar yang
harus dijalani dalam waktu yang bersamaan dan dalam lingkungan alamiah
yang sangat terbatas."
Bagi mereka yang belum diberi kesempatanan menunaikan ibadah haji,
Allah juga memberi jalan keluar. Misalnya, salat Jumat adalah haji kaum fakir
dan miskin. Jalan menuju masjid untuk salat wajib pahalanya sama dengan haji.
Sementara jalan kaki menuju masjid dalam rangka salat sunnah pahalanya sama
dengan umrah. (MH)
No comments :
Post a Comment