Menteri Agama/Amirul Haj Suryadharma Ali
Pelayanan Jemaah
Haji Terus Alami Perbaikan yang Signifikan
Secara umum pelayanan dalam penyelenggaraan ibadah haji
tahun 14321 H/2011 M berjalan baik dan
meningkat kualitasnya dibandingkan pada tahun sebelumnya. Meski begitu, Menteri Agama Suryadharma Ali
sebagai Amirul Haj, pun tetap mengakui ada kekurangan di sana-sini yang menjadi
catatan untuk peningkatan kualitasnya di waktu mendatang.
Demikian
dijelaskan Menteri Agama Suryadharma Ali yang sekaligus sebagai Amirul Haj di
ruang VIP bandara Soekarno-Hatta setibanya dari Arab Saudi, Sabtu malam
(12/11/2011). Dalam memberikan keterangan pers, Amirul Hajj tahun 1432H didampingi Wakil Menteri Agama Nasaruddin
Umar, Naib Amirul Hajj KH. Hasyim Muzadi, KH.
Abdul Mu'thi, Mohammad Syahman Sitompul (Sekretaris), dan anggota KH. Idris Marzuki, KH Muhammad Anwar
Iskandar, dan KH. Muhmmad Amin Nur.
Mengawali
keterangan persnya Menag memulainya dengan membeberkan tentang kuota haji
Indonesia. Menurutnya, kuota yang diberikan oleh
Pemerintah Saudi Arabia untuk penyelenggaraan ibadah haji 1432H/2011 semula
beriumlah 211.000 orang. “Namun mengingat Jumlah waiting list masih
sangat banyak, yaitu mencapai lebih dari 1,4 juta orang, Pemerintah Indonesia mengajukan tambahan kuota kepada Pemerintah Saudi Arabia dan diberi kuota tambahan
10.000 orang, sehingga total kuota menjadi 221.000 orang,” ujar
Suryadharma Ali.
Dari jumlah itu, Menag pun
merinci, jemaahhaji reguler tahun 1432H yang
berangkat sebanyak 200.668 orang dari kuota 201.000. Sedang jumlah jemaah haji khusus tahun 1432H yang berangkat
20.217 orang dari kuota 20.000.
Sementara petugas yang didatangkan ke Saudi Arabia dari
Indonesia dan tenaga musiman dari luar Saudi
Arabia sebanyak 3.516 orang, yang terdiri dari petugas kloter yang
menyertai jemaah sebanyak 2.510 orang,dan petugas non-kloter sebanyak 1.006 orang, termasuk tenaga musiman (temus) yang direkrut dari para mahasiswa Indonesia yang sedang
belajar di negaranegara Timur Tengah.
Dilihat dari karakteristiknya, jemaahhaji
reguler yang usianya di atas 60 tahun sebanyak 34.063 orang
(16,83%), dengan usia tertinggi 115 tahun.
Penyelenggaraan
ibadah haji bagi jemaah reguler sepenuhnya dilakukan oleh Kementerian Agama bersama pihak terkait di Saudi
Arabia, sedangkan haji
khusus diselenggarakan oleh Penyelenggara lbadah Haji Khusus (PIHK)yang memperoleh izin dari Kementerian Agama.
Menteri
Agama menerangkan, di Makkah, jemaahhaji reguler ditempatkan
di 322 rumah pemondokan yang
tersebar antara lain di Mahbas Jin, Bakhutmah, Nakasah, Misfalah, Hafair, Jarwal, Shari' Umul Qura', Jumaizah, Ma'abdah, clan
Rei Dzakhir. Tiap-tiap kamar pemondokan
ditempati oleh 4 – 10 orang, sesuai ukuran kamar dan tasrih yang
dikeluarkan oleh Baladiyah (Pemerintah Kota).
Pada tahun 1432H ini, jarak terjauh
pemondokan dengan Masjidil Haram adalah
2.500 meter, lebih dekat dibanding tahun lalu yang berjarak 4.000 meter. Jemaahyang menempati pemondokan
yang jaraknya 0-2.000 meter
berjumlah 186.930 orang (93.00%), sedanglainnya, 14.070 orang (7 %) berjarak 2.001 – 2.500
meter. “Hal ini mengalami perbaikan signifikan dibandingkan tahun lalu. Pada tahun 2010, jemaahyang menempati pemondokan dengan jarak 0-2.000 meter 62,93%, yang
jaraknya 2.0012.500 sebanyak 4,71%,
clan lainnya (32,36%) berada di jarak 2.501 – 4.000 meter. Sedang di Madinah, seluruh jemaahhaji reguler
tahun 1432H ditempatkan pads pemondokan di Markaziyah,” katanya.
Di
Arafah dan Mina, jemaah haji ditempatkan di tenda-tenda dalam 70 maktab. Penempatan ini menjadi tanggung
jawab muassasah dan maktab.
Setiap maktab bertanggung jawab terhadap lebih kurang 2.900 jamaah. “Dan alhamdulillah, secara umum pelayanan
yang diterima oleh jemaahbaik. Mereka
dapat melaksanakan wukuf dan ibadah-ibadah lainnya dengan khusyu,” tutur
Menag lagi.
Mengenai penyediaan tenda dan fasilitas umum, seperti
toilet dan dapur,di Armina menurut Menag, menjadi tanggung jawab Pemerintah Saudi Arabia yang dalam
pelaksanaan operasionainya dilakukan oleh Muassasah dan
Maktab. Kementerian Agama, tambahnya,
membayar general service fee kepada Pemerintah Saudi Arabia untuk pelayanan tenda di Armina bagi jemaah
haji Indonesia.
Dalam
pemberian catering, pemerintah juga terus melakukan perbaikan-perbaikan. Pemerintah Indonesia memberikan pelayanan katering bagi jemaahhaji
selama di Madinah, Armina, dan di Jeddah. Selama
di Madinah jemaah haji memperoleh pelayanan katering dalam bentuk kemasan books
sebanyak 18 kali untuk makan siang dan malam yang dilaksanakan oleh perusahaan katering yang secara langsung ditunjuk
oleh Pemerintah Indonesia.
Selama di Armina, terang Menteri Agama, jemaah
haji menerima pelayanan katering sebanyak 16 kali yang dilaksanakan oleh 2 kelompok penyedia katering,
yaitu'. (1) pelayanan yang dilaksanakan oleh
muassasah, dan pihak muassasah menunjuk
maktab sebagai penyedia katering bagi sebanyak 38 maktab; (2) pelayanan yang dilaksanakan oleh perusahaan katering
yang secara langsung ditunjuk oleh
Pemerintah Indonesia (muta'ahidin), bagi sebanyak 32 maktab.
“Pelayanan katering di Armina menggunakan
prasmanan, ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya
makanan basi yang tidak layak dikonsumsi dan
agar makan yang disajikan masih fresh.
Untuk mempercepat proses antrean makan, setiap kloter disediakan 1 buffet prasmanan dengan 2
jalur antrean, dan antrean dilakukan
per rombongan,” tambah Menag.
Untuk pelayanan katering bagi jemaah haji
pada saat kedatangan dan kepulangan
di Bandara Internasional King Abdul Aaziz Jeddah dilaksanakan oleh perusahaan katering yang secara langsung ditunjuk
oleh Pemerintah Indonesia. Sedangkan
selama jemaahdi hotel transito diberikan 3 kali pelayanan katering yang disediakan oleh pihak hotel.
“Untuk menjamin kualitas dan kuantitas
pelayanan bagi jemaahhaji,Pemerintah
Indonesia telah menetapkan standar pelayanan katering, yang meliputi standar bahan baku, SDM, peralatan, proses
kerja, dan pengendalian mutu, serta telah menempatkan tenaga pengawas,”
Menag menerangkan.
Mengenai
transportasi di Saudi Arabia, Suryadharma Ali juga jelaskan bahwa untuk transportasi jemaah haji antar kota
Jeddah – Madinah – Makkah dan Masya'ir
dilaksanakan oleh oleh Naqabah ("Organda"nya Saudi Arabia), yang secara umum dinilainya berjalan balk.
Sesuai
kebijakan Pemerintah Saudi Arabia, transportasi bus ke Masjidil Haram (Transportasi Sholawat) wajib disediakan bagi jemaah yang
menempati
pemondokan dengan jarak di atas 2.000 meter dari Masjidil Haram. Pemerintah Indonesia menyediakan transportasi bagi jemaahyang menempati pemondokan di atas 2.000 meter
sebanyak 14.070 orang dan yang menempati pemondokan di daerah Mahbas Jin
sebanyak 27.324 orang. Di samping itu atas pertimbangan khusus, jemaah haji di Bakhutmah juga disediakan transportasi 10 bus mulai
tanggal 26 Oktober 2011.
“Transportasi dari Arafah ke Muzdalifah
dan Mina, oleh Pemerintah Saudi Arabia, dilakukan dengan
sistem taradudi (bolak-balik) bagi jemaah Asia Tenggara untuk mempercepat pergerakan pengangkutan. Jika tidak menggunakan
taradudi maka akan berdampak pada kemacetan yang luar biasa dan keterlambatan yang lebih parah, atau bus
tidak akan dapat bergerak sama sekali mengingat jumlah bus yang
beroperasi melampaui kapasitas jalan,” jelas Suryadharma Ali.
Masalah
tak Terhindarkan
Menag sadar betul, bahwa mengurus
penyelenggaraan ibadah haji dengan jumlah yang sangat besar (221.000 orang lebih), di luar negeri
(Saudi Arabia), dan dilakukan dalam waktu yang relatif singkat (2 bulan) dan serentak
(terutama seat puncak ibadah di
Armina), tidak mungkin terhindar dari berbagai permasalahan. Namun demikian, Menag menilai bahwa secara
umum, permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan baik.
Walaupun berjalan baik Menteri Agama juga tak menampik
adanya permasalahan-permasalahan. Permasalahan tersebut diungkapkan Menag di
antaranya adalah masalah pemondokan. “Kapasitas
yang ditetapkan dalam tasrih ada yang tidak sesuai dengan standar dalam Ta'fimatul Hajj yang
dikeluarkan oleh Kementerian Haji Saudi
Arabia yakni 4 M persegi per jamaah. Oleh karena pemilik rumah memegang tasrih
sebagai pedoman, maka Kementerian Agama harus membayar biaya sewa sesuai jumlah
yang tertulis dalam tasrih. Oleh sebab itu, Kementerian Agama menempatkan
jumlah jemaah sesuai dengan tasrih tersebut,” jelasnya.
Menag juga mengungkapkan lokasi tenda di
Mina agak jauh dari Jamarat, terutama yang di Mina Jadid (perluasan Mina). Dilihat dari kapasitas
tenda dan sesuai ketentuan
standar Kementerian Haji Saudi Arabia, seharusnya seluruh jemaah dapat tertampung di dalam tenda.
Namun masih ditemukan di beberapa maktab adanya penambahan jemaah haji di luar jemaah
haji resmi Pemerintah Indonesia, baik WNI
maupun warga negara lain yang mengakibatkan
terjadinya kepadatan di beberapa tenda, bahkan beberapa jemaah tidak tertampung. “Pemerintah
Indonesia telah menyampaikan protes kepada Muassasah dan Maktab tentang
kejadian tersebut,” tegas Suryadharma Ali lagi.
Menteri juga mengungkapkan adanya sebagian jemaah dan petugas katering tidak
mengikuti ketentuan pelayanan
prasmanan sehingga mengakibatkan adanya antrean panjang. Selain itu juga
masih ditemukan adanya nasi yang kualitasnya
di bawah standar, keterlambatan distribusi, dan kekurangan persediaan.
Mengenai kasus diare juga diungkapkan
Menteri Agama. Menurut menag, pada tanggal 07 November 2011, terjadi kasus
diare pukul 24.00yang dialami
oleh 329 jemaah di Maktab 71 Mina. Diduga akibat makan malam pada pukul 20.00 WAS.Pada pukul 01.00 WAS tanggal
08 November 2011 dinyatakan KLB. Petugas
kesehatan, BPHI, Pihak Muassasah
serta Kementerian Haji dan Kementerian Kesehatan Saudi Arabia telah dapat menanggulangi secara cepat, sehingga
pada pukul 07.00 WAS tanggal 08 November 2011
status KLB dinyatakan dicabut.
Pada waktu makan pagi tanggal 08
November 2011, keadaan sudah kembali
normal. “Dari 329 jemaahyang mengalami diare tersebut, 8 di antaranya dirawat di BPHI, namun segera
sembuh clan telah keluar dari rumah
sakit Semua jemaahyang terkena diare tersebut telah dapat menjalankan seluruh tahapan ibadah hajinya dengan baik,”
kata Menag.
Masalah lain yang muncul, menurut Menag,
adalah adanya jemaah haji non-kuota yang
jumlahnya sekitar 3.000 orang. Mereka berangkat dengan menggunakan
jasa biro perjalanan atau individu yang tidak bertanggung jawab. Mereka sering kali tidak diberikan
pelayanan oleh yang memberangkatkannya sebagaimana mestinya, padahal mereka telah membayar biaya yang
lebih mahal, ada yang membayar sampai Rp. 70 juta.
“Keberadaan jemaahhaji non-kuota sering
menimbulkan masalah karena tidak
adanya pihak yang bertanggung jawab selama mereka di Saudi Arabia dan tanpa jaminan keamanan dan
perlindungan. Di antara mereka bahkan
banyak yang terlantar, tersesat, sakit dan bahkan meninggal tanpa ada yang bertanggung jawab,” tutur Menag.
Langkah yang Dilakukan
Untuk
meningkatkan kualitas pelayanan pemondokan, Pemerintah Indonesia, lanjut
Menteri Agama, akan berusaha melakukan
penyewaan pemondokan lebih dini agar memperoleh pemondokan yang lebih
dekat dan berkualitas dengan tetap mengantisipasi
kenaikan harga sewa yang bersaing dengan negara-negara lain.
Selain itu, masih menurut Menag, pemerintah
Indonesia telah menyampaikan permintaan yang antara lain tambahan maktab di Arafah dan Mina untuk menampung jemaahyang
semakin banyak, termasuk tambahan kuota, dan
penempatan jumlah jemaah per maktab sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Saudi Arabia.
Demikian pula Pemerintah Indonesia
meminta agar Pemerintah Saudi Arabia meningkatkan
kualitas sanitasi dan kesehatan lingkungan di Armina. Penambahan tenaga
pengawasan hieginitas dan sanitasi juga akan dilakukan
Pemerintah Indonesia dalam pelayanan katering. Pemerintah Indonesia akan tetap menggunakan kemasan boks
untuk pelayanan katering di Madinah dan Jeddah, sedangkan di Armina
tetap menggunakan sistem prasmanan dengan
penyedian 1 buffet per kloter dan menerapkan antrean 2 jalur (di Arafah)
dan per rombongan.
Pemerintah
Indonesia telah menyampaikan surat ke Menteri Haji Saudi Arabia untuk peningkatan kualitas dan
pemenuhan jumlah pelayanan katering yang meliputi: pengetatan pengawasan oleh
penyedia katering terhadap kualitas, kuantitas, hiegenitas, sanitasi dan
standar proses serta tenaga pelayanan katering sesuai standar yang telah ditetapkan. Kementerian Agama telah mengambil
tindakan-tindakan seperti: teguran, pengurangan jatah pelayanan, black list dan
pemutusan kontrak bagi penyedia katering;
serta penyediaan cadangan makanan sebanyak 3.000 porsi untuk setiap kali
waktu makan oleh Muassasah selama di Mina. (NM)