.permalink {border: 1px dotted #EFF0F1; padding: 5px; background: #AAFFA0;-moz-border-radius:5px;} .permalink a {background:none;} img.float-right {margin: 5px 0px 0 10px;} img.float-left {margin: 5px 10px 0 0px;}

ASBIHU NU

SELAMAT DATANG DI BLOG PENGURUS PUSAT ASOSASI BINA HAJI DAN UMRAH NAHDLATUL ULAMA (PP. ASBIHU NU) -- SELURUH PIMPINAN DAN STAF PP ASBIHU-NU MENGUCAPKAN SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH HAJI 1436 H SEMOGA MEMPEROLEH BALASAN HAJI MABRUR DAN DITERIMA AMALNYA SERTA SELALU MENDAPATKAN PERLINDUNGAN ALLAH SWT. آمِـــــيْنْ ...آمِـــــيْنْ ... يَا رَبَّ الْعَـــالَمِيْنْ

PP. ASBIHU NU


widget

Iklan

 photo addesign_zpshzefpw5i.gif

Wednesday 21 March 2012

Azan Sebelum Berangkat Haji dan Umrah

Pada sebuah koran nasional ada pertrnayaan bagaimana hukum azan sebelum berangkat haji. Seorang ustadz muda langsung menjawabnya, bahwa berangkat haji dengan diawali azan dan iqamat itu adalah bid'ah. Bahkan, ustad itu menyatakan, dalam haji sebaiknya meninggalkan bid'ah agar tidak mengurangi pahala hajinya. Benarkah azan dan iqamat yang dikumandangkan sebelum berangkat haji atau umrah itu bid'ah.

Tentum, para ulama kita dahulu tidak gegabah mengamalkan ajaran agama. Mereka tidak sembarangan menerapkan ajaran Islam tanpa ada dasar atau pelajaran dari anjuran ulama sebelumnya. Adzan dan Iqamat sebelum berangkat haji udah lama ada dan sudah menjadi tradisi kita, terutama kalangan Nahdliyyin. Para ulama itu tidak bodoh dan tentu memiliki dasar yang mungkin belum diketahui oleh ustad muda yang hanya fanatik pada bacaan hadis tertentu itu. Berbeda dengan ulama kita yang membaca semua hadis, terutama yang sudah dirangkum oleh ulama-ulama sebelumnya.

Dasarnya adalah, pertama, berdasarkan penjelasan kitab I’anatut Thalibin yang ditulis oleh Mufti Mazhab Safi'i, Sayid Abu Bakar bin Syatha. Ia menulis: "Kalimat 'menjelang bepergian bagi musafir' maksudnya dalah disunnahkan azan dan iqamah bagi seseorang yang hendak bepergian berdasar hadits shahih. Abu Ya’la dalam Musnad-nya dan Ibnu Abi Syaibah mengatakan: Sebaiknya tempat adzan yang dimaksud itu dikerjakan selama bepergian asal tidak bertujuan maksiat."

Kedua, dalam Shahih Ibnu Hibban, Juz II, hal 36 disebutkan: "Dari riwayat Abu Bakar dan Ar-Rudbari dari Ibnu Dasah, ia berkata: Ibnu Mahzum menceritakan kepadaku dari Ali dari Aisyah, ia mengatakan: Jika seorang mau pergi haji atau bepergian, ia pamit kepada Rasulullah, Rasul pun mengazani dan mengqamati. Hadis ini menurut Ibnu Sunni mutawatir maknawi. Juga diriwayatkan oleh Abu Dawud, Al-Qarafi, dan Al-Baihaqi."
Dalam penilaian Imam Al-Hafiz yang dikutip oleh Sayyid Abdullah Bafaqih, Malang, hadis ini sahih.

Tentu, karena ada dasarnya tidak bisa dikatakan bahwa azan dan iqamat sebelum berangkat haji dan umrah itu sebagai bid’ah, bahkan telah menjadi sunnah.
Mubgkin, bisa kita terima jika ada pendapat ahli hadis lain yang menyatakan hadis ini tidak sahih. Hal ini wajar adanya perbedaan pendapat dan penilaian. Tapi, tidak menjadikan perbuatan azan dan iqamat sebelum berangkat hajiitu bid’ah.

Seperti pendapat Syaikh Zaruq yang dikutip Hadratusy Syaikh Hasyim Asy’ari. Menurutnya, ada tiga norma untuk menentukan, apakah perkara baru dalam urusan agama itu disebut bid’ah atau tidak. Pertama, jika perkara baru itu didukung oleh sebagian besar syari’at dan sumbernya, maka perkara tersebut bukan merupakan bid’ah.

Kedua, diukur dengan kaidah-kaidah yang digunakan para imam dan generasi salaf yang telah mempraktikkan ajaran sunnah. Jika perkara baru tersebut bertentangan dengan perbuatan para ulama, maka dikategorikan sebagai bid’ah. Jika para ulama masih berselisih pendapat mengenai mana yang dianggap ajaran ushul (inti) dan mana yang furu’ (cabang), maka harus dikembalikan pada ajaran ushul dan dalil yang mendukungnya.

Ketiga, setiap perbuatan ditakar dengan timbangan hukum. Adapun rincian hukum dalam syara’ ada enam, yakni wajib, sunah, haram, makruh, khilaful aula, dan mubah. Setiap hal yang termasuk dalam salah satu hukum itu, berarti bisa diidentifikasi dengan status hukum tersebut. Tetapi, jika tidak demikian, maka hal itu bisa dianggap bid’ah.

Dengan penjelasan bid’ah seperti di atas, Hadratusy Syeikh kemudian menyatakan, bahwa memakai tasbih, melafazhkan niat shalat, tahlilan untuk mayyit dengan syarat tidak ada sesuatu yang menghalanginya, ziarah kubur, dan semacamnya, itu semua bukanlah bid’ah yang sesat.

Apalagi, azan menjelang keberantgkatan untuk haji dan umrah yang jelas ada hadisnya, seperti telah kami kutip di atas, yang jelas telah menjadi sunnah.
(Musthafa Helmy, mengutip tulisan KH Munawir Abdul Fattah Pengasuh Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta dan KH AN Nuril Huda (Penasehat Asbihu-NU))

Wednesday 14 March 2012



Menteri Agama/Amirul Haj Suryadharma Ali
Pelayanan  Jemaah Haji Terus Alami Perbaikan yang Signifikan

Secara umum pelayanan dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 14321 H/2011 M berjalan baik dan meningkat kualitasnya dibandingkan pada tahun sebelumnya. Meski begitu, Menteri Agama Suryadharma Ali sebagai Amirul Haj, pun tetap mengakui ada kekurangan di sana-sini yang menjadi catatan untuk peningkatan kualitasnya di waktu mendatang.
Demikian dijelaskan Menteri Agama Suryadharma Ali yang sekaligus sebagai Amirul Haj di ruang VIP bandara Soekarno-Hatta setibanya dari Arab Saudi, Sabtu malam (12/11/2011). Dalam memberikan keterangan pers, Amirul Hajj tahun 1432H  didampingi Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar, Naib Amirul Hajj KH. Hasyim Muzadi, KH. Abdul Mu'thi, Mohammad Syahman Sitompul (Sekretaris), dan anggota KH. Idris Marzuki, KH Muhammad Anwar Iskandar, dan KH. Muhmmad Amin Nur.
Mengawali keterangan persnya Menag memulainya dengan membeberkan tentang kuota haji Indonesia. Menurutnya, kuota yang diberikan oleh Pemerintah Saudi Arabia untuk penyelenggaraan ibadah haji 1432H/2011 semula beriumlah 211.000 orang. “Namun mengingat Jumlah waiting list masih sangat banyak, yaitu mencapai lebih dari 1,4 juta orang, Pemerintah Indonesia  mengajukan tambahan kuota kepada Pemerintah Saudi Arabia dan diberi kuota tambahan 10.000 orang, sehingga total kuota menjadi 221.000 orang,” ujar Suryadharma Ali.
Dari jumlah itu, Menag pun merinci, jemaahhaji reguler tahun 1432H yang berangkat sebanyak 200.668 orang dari kuota 201.000. Sedang jumlah jemaah haji khusus tahun 1432H yang berangkat 20.217 orang dari kuota 20.000.
Sementara  petugas yang didatangkan ke Saudi Arabia dari Indonesia dan tenaga musiman dari luar Saudi Arabia sebanyak 3.516 orang, yang terdiri dari petugas kloter yang menyertai jemaah sebanyak 2.510 orang,dan petugas non-kloter sebanyak 1.006 orang, termasuk tenaga musiman (temus) yang direkrut dari para mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di negara­negara Timur Tengah.

Dilihat dari karakteristiknya, jemaahhaji reguler yang usianya di atas 60 tahun sebanyak 34.063 orang (16,83%), dengan usia tertinggi 115 tahun.
Penyelenggaraan ibadah haji bagi jemaah reguler sepenuhnya dilakukan oleh Kementerian Agama bersama pihak terkait di Saudi Arabia, sedangkan haji khusus diselenggarakan oleh Penyelenggara lbadah Haji Khusus (PIHK)yang memperoleh izin dari Kementerian Agama.
Menteri Agama menerangkan,  di Makkah, jemaahhaji reguler ditempatkan di 322 rumah pemondokan yang tersebar antara lain di Mahbas Jin, Bakhutmah, Nakasah, Misfalah, Hafair, Jarwal, Shari' Umul Qura', Jumaizah, Ma'abdah, clan Rei Dzakhir. Tiap-tiap kamar pemondokan ditempati oleh 4 – 10 orang, sesuai ukuran kamar dan tasrih yang dikeluarkan oleh Baladiyah (Pemerintah Kota).

Pada tahun 1432H ini, jarak terjauh pemondokan dengan Masjidil Haram adalah 2.500 meter, lebih dekat dibanding tahun lalu yang berjarak 4.000 meter. Jemaahyang menempati pemondokan yang jaraknya 0-2.000 meter berjumlah 186.930 orang (93.00%), sedanglainnya, 14.070 orang (7 %) berjarak 2.001 – 2.500 meter. “Hal ini mengalami perbaikan signifikan dibandingkan tahun lalu. Pada tahun 2010, jemaahyang menempati pemondokan dengan jarak 0-2.000 meter 62,93%, yang jaraknya 2.001­2.500 sebanyak 4,71%, clan lainnya (32,36%) berada di jarak 2.501 – 4.000 meter. Sedang di Madinah, seluruh jemaahhaji reguler tahun 1432H ditempatkan pads pemondokan di Markaziyah,” katanya.

Di Arafah dan Mina, jemaah haji ditempatkan di tenda-tenda dalam 70 maktab. Penempatan ini menjadi tanggung jawab muassasah dan maktab. Setiap maktab bertanggung jawab terhadap lebih kurang 2.900 jamaah. “Dan alhamdulillah, secara umum pelayanan yang diterima oleh jemaahbaik. Mereka dapat melaksanakan wukuf dan ibadah-ibadah lainnya dengan khusyu,” tutur Menag lagi.
Mengenai penyediaan tenda dan fasilitas umum, seperti toilet dan dapur,di Armina menurut Menag, menjadi tanggung jawab Pemerintah Saudi Arabia yang dalam pelaksanaan operasionainya dilakukan oleh Muassasah dan Maktab. Kementerian Agama, tambahnya, membayar general service fee kepada Pemerintah Saudi Arabia untuk pelayanan tenda di Armina bagi jemaah haji Indonesia.
Dalam pemberian catering, pemerintah juga terus melakukan perbaikan-perbaikan. Pemerintah Indonesia memberikan pelayanan katering bagi jemaahhaji selama di Madinah, Armina, dan di Jeddah. Selama di Madinah jemaah haji memperoleh pelayanan katering dalam bentuk kemasan books sebanyak 18 kali untuk makan siang dan malam yang dilaksanakan oleh perusahaan katering yang secara langsung ditunjuk oleh Pemerintah Indonesia.

Selama di Armina, terang Menteri Agama, jemaah haji menerima pelayanan katering sebanyak 16 kali yang dilaksanakan oleh 2 kelompok penyedia katering, yaitu'. (1) pelayanan yang dilaksanakan oleh muassasah, dan pihak muassasah menunjuk maktab sebagai penyedia katering bagi sebanyak 38 maktab; (2) pelayanan yang dilaksanakan oleh perusahaan katering yang secara langsung ditunjuk oleh Pemerintah Indonesia (muta'ahidin), bagi sebanyak 32 maktab.

“Pelayanan katering di Armina menggunakan prasmanan, ini  dimaksudkan untuk menghindari terjadinya makanan basi yang tidak layak dikonsumsi dan agar makan yang disajikan masih fresh. Untuk mempercepat proses antrean makan, setiap kloter disediakan 1 buffet prasmanan dengan 2 jalur antrean, dan antrean dilakukan per rombongan,” tambah Menag.

Untuk pelayanan katering bagi jemaah haji pada saat kedatangan dan kepulangan di Bandara Internasional King Abdul Aaziz  Jeddah dilaksanakan oleh perusahaan katering yang secara langsung ditunjuk oleh Pemerintah Indonesia. Sedangkan selama jemaahdi hotel transito diberikan 3 kali pelayanan katering yang disediakan oleh pihak hotel.

“Untuk menjamin kualitas dan kuantitas pelayanan bagi jemaahhaji,Pemerintah Indonesia telah menetapkan standar pelayanan katering, yang meliputi standar bahan baku, SDM, peralatan, proses kerja, dan pengendalian mutu, serta telah menempatkan tenaga pengawas,” Menag menerangkan.

Mengenai transportasi di Saudi Arabia, Suryadharma Ali juga jelaskan bahwa untuk transportasi jemaah haji antar kota Jeddah – Madinah – Makkah dan Masya'ir dilaksanakan oleh oleh Naqabah ("Organda"nya Saudi Arabia), yang secara umum dinilainya berjalan balk.

Sesuai kebijakan Pemerintah Saudi Arabia, transportasi bus ke Masjidil Haram (Transportasi Sholawat) wajib disediakan bagi jemaah yang menempati pemondokan dengan jarak di atas 2.000 meter dari Masjidil Haram. Pemerintah Indonesia menyediakan transportasi bagi jemaahyang menempati pemondokan di atas 2.000 meter sebanyak 14.070 orang dan yang menempati pemondokan di daerah Mahbas Jin sebanyak 27.324 orang. Di samping itu atas pertimbangan khusus, jemaah haji di Bakhutmah juga disediakan transportasi 10 bus mulai tanggal 26 Oktober 2011.
“Transportasi dari Arafah ke Muzdalifah dan Mina, oleh Pemerintah Saudi Arabia, dilakukan dengan sistem taradudi (bolak-balik) bagi jemaah Asia Tenggara untuk mempercepat pergerakan pengangkutan. Jika tidak menggunakan taradudi maka akan berdampak pada kemacetan yang luar biasa dan keterlambatan yang lebih parah, atau bus tidak akan dapat bergerak sama sekali mengingat jumlah bus yang beroperasi melampaui kapasitas jalan,” jelas Suryadharma Ali.

Masalah tak Terhindarkan
Menag sadar betul, bahwa mengurus penyelenggaraan ibadah haji dengan jumlah yang sangat besar (221.000 orang lebih), di luar negeri (Saudi Arabia), dan dilakukan dalam waktu yang relatif singkat (2 bulan) dan serentak (terutama seat puncak ibadah di Armina), tidak mungkin terhindar dari berbagai permasalahan. Namun demikian, Menag menilai bahwa secara umum, permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan baik.
Walaupun berjalan baik Menteri Agama juga tak menampik adanya permasalahan-permasalahan. Permasalahan tersebut diungkapkan Menag di antaranya adalah masalah pemondokan. “Kapasitas yang ditetapkan dalam tasrih ada yang tidak sesuai dengan standar dalam Ta'fimatul Hajj yang dikeluarkan oleh Kementerian Haji Saudi Arabia yakni 4 M persegi per jamaah. Oleh karena pemilik rumah memegang tasrih sebagai pedoman, maka Kementerian Agama harus membayar biaya sewa sesuai jumlah yang tertulis dalam tasrih. Oleh sebab itu, Kementerian Agama menempatkan jumlah jemaah sesuai dengan tasrih tersebut,” jelasnya.

Menag juga mengungkapkan lokasi tenda di Mina agak jauh dari Jamarat, terutama yang di Mina Jadid (perluasan Mina). Dilihat dari kapasitas tenda dan sesuai ketentuan standar Kementerian Haji Saudi Arabia, seharusnya seluruh jemaah dapat tertampung di dalam tenda. Namun masih ditemukan di beberapa maktab adanya penambahan jemaah haji di luar jemaah haji resmi Pemerintah Indonesia, baik WNI maupun warga negara lain yang mengakibatkan terjadinya kepadatan di beberapa tenda, bahkan beberapa jemaah tidak tertampung. “Pemerintah Indonesia telah menyampaikan protes kepada Muassasah dan Maktab tentang kejadian tersebut,” tegas Suryadharma Ali lagi.

Menteri juga mengungkapkan adanya sebagian jemaah dan petugas katering tidak mengikuti ketentuan pelayanan prasmanan sehingga mengakibatkan adanya antrean  panjang. Selain itu juga masih ditemukan adanya nasi yang kualitasnya di bawah standar, keterlambatan distribusi, dan kekurangan persediaan.

Mengenai kasus diare juga diungkapkan Menteri Agama. Menurut menag, pada tanggal 07 November 2011, terjadi kasus diare pukul 24.00yang dialami oleh 329 jemaah di Maktab 71 Mina. Diduga akibat makan malam pada pukul 20.00 WAS.Pada pukul 01.00 WAS tanggal 08 November 2011 dinyatakan KLB. Petugas kesehatan, BPHI, Pihak Muassasah serta Kementerian Haji dan Kementerian Kesehatan Saudi Arabia telah dapat menanggulangi secara cepat, sehingga pada pukul 07.00 WAS tanggal 08 November 2011 status KLB dinyatakan dicabut.

Pada waktu makan pagi tanggal 08 November 2011, keadaan sudah kembali normal. “Dari 329 jemaahyang mengalami diare tersebut, 8 di antaranya dirawat di BPHI, namun segera sembuh clan telah keluar dari rumah sakit Semua jemaahyang terkena diare tersebut telah dapat menjalankan seluruh tahapan ibadah hajinya dengan baik,” kata Menag.

Masalah lain yang muncul, menurut Menag,  adalah adanya jemaah haji non-kuota yang jumlahnya sekitar 3.000 orang. Mereka berangkat dengan menggunakan jasa biro perjalanan atau individu yang tidak bertanggung jawab. Mereka sering kali tidak diberikan pelayanan oleh yang memberangkatkannya sebagaimana mestinya, padahal mereka telah membayar biaya yang lebih mahal, ada yang membayar sampai Rp. 70 juta.

“Keberadaan jemaahhaji non-kuota sering menimbulkan masalah karena tidak adanya pihak yang bertanggung jawab selama mereka di Saudi Arabia dan tanpa jaminan keamanan dan perlindungan. Di antara mereka bahkan banyak yang terlantar, tersesat, sakit dan bahkan meninggal tanpa ada yang bertanggung jawab,” tutur Menag.
Langkah yang Dilakukan

Untuk meningkatkan kualitas pelayanan pemondokan, Pemerintah Indonesia, lanjut Menteri Agama, akan berusaha melakukan penyewaan pemondokan lebih dini agar memperoleh pemondokan yang lebih dekat dan berkualitas dengan tetap mengantisipasi kenaikan harga sewa yang bersaing dengan negara-negara lain.

Selain itu, masih menurut Menag, pemerintah Indonesia telah menyampaikan permintaan yang antara lain tambahan maktab di Arafah dan Mina untuk menampung jemaahyang semakin banyak, termasuk tambahan kuota, dan penempatan jumlah jemaah per maktab sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Saudi Arabia.

Demikian pula Pemerintah Indonesia meminta agar Pemerintah Saudi Arabia meningkatkan kualitas sanitasi dan kesehatan lingkungan di Armina. Penambahan tenaga pengawasan hieginitas dan sanitasi juga akan dilakukan Pemerintah Indonesia dalam pelayanan katering. Pemerintah Indonesia akan tetap menggunakan kemasan boks untuk pelayanan katering di Madinah dan Jeddah, sedangkan di Armina tetap menggunakan sistem prasmanan dengan penyedian 1 buffet per kloter dan menerapkan antrean 2 jalur (di Arafah) dan per rombongan.

Pemerintah Indonesia telah menyampaikan surat ke Menteri Haji Saudi Arabia untuk peningkatan kualitas dan pemenuhan jumlah pelayanan katering yang meliputi: pengetatan pengawasan oleh penyedia katering terhadap kualitas, kuantitas, hiegenitas, sanitasi dan standar proses serta tenaga pelayanan katering sesuai standar yang telah ditetapkan. Kementerian Agama telah mengambil tindakan-tindakan seperti: teguran, pengurangan jatah pelayanan, black list dan pemutusan kontrak bagi penyedia katering; serta penyediaan cadangan makanan sebanyak 3.000 porsi untuk setiap kali waktu makan oleh Muassasah selama di Mina. (NM)

Sunday 11 March 2012

Profile ASBIHU-NU


Profile
ASOSIASI BINA HAJI DAN UMRAH NAHDLATUL ULAMA
(ASBIHU-NU)

MUQADDIMAH

Ibadah haji merupakan perintah Allaw SWT yang diwajibkan kepada umat Islam, rukun Islam yang ke-lima yang wajib dilaksanakan oleh setiap individu muslim yang telah memenuhi kemampuan atau berkemampuan (istitho’ah), baik mampu secaara finansial, fisik, maupun mental dan hanya wajib dikerjakan sekali seumur hidup.
Penyelenggaraan ibadah haji merupakan tugas nasional, karena jumlah jamaah haji Indonesia yang sangat besar, melibatkan berbagai instansi dan lembaga, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, dan berkaitan dengan berbagai aspek, antara lain bimbingan, transportasi, kesehatan, akomodasi, dan keamanan. Disamping itu, penyelenggaraan ibadah haji dilaksanakan di Negara lain dalam waktu yang bersamaan dan sangat terbatas.
Sejalan dengan Undang-undang Nomor 13 tahun 2008 tentang penyelenggaraan ibadah haji, BAB II ASAS dan TUJUAN, bahwa penyelenggaraan ibadah haji dilaksanakan berdasarkan asas keadilan, profesionalitas, dan akuntabilitas dengan prinsip nirlaba (Pasal 2) dan penyelenggaraan ibadah haji bertujuan untuk memberikan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan yang sebaik-baiknya bagi jamaah haji, sehingga jamaah haji dapat menunaikan ibadahnya sesuai dengan ketentuan ajaran agama Islam (Pasal 3).
Aspek pembinaan merupakan komponen penting dalam penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia, pembinaan yang baik akan melahirkan kesempurnaan dalam menunaikan ibadah juga kemandirian jamaah haji.
Besarnya animo masyarakat muslim Indonesia untuk menunaikan ibadah haji setiap tahunnya sangat besar, sehingga jumlah jamaah terdaftar untuk setiap tahunnya mengalami peningkatan yang signifikan. Untuk itu, peningkatan tersebut perlu kiranya dibarengi dengan pola dan model pembinaan yang komprehensif dan tepat sasaran. Dari hasil temuan dan kajian empiris, bahwa aspek pembinaan dan bimbingan bagi para calon jamaah haji masih perlu ditingkatkan, baik secara kualitas maupun kuantitas pembinaannya.
Hal lain yang perlu dicermati adalah adanya penurunan pengamalan dan kualitas ibadah bagi alumni haji (pasca haji), dari sisi amaliyah ibadah, telah ditemukan adanya pengaruh yang bersebrangan dengan faham Ahlussunah Wal Jamaah dan hal ini berkembang di masyarakat haji Indonesia. Upaya-upaya yang dilakukan untuk mempengaruhi para calon jamaah haji yang datang dari Indonesia, yaitu dengan mengaburkan pemahaman manasikul haji yang dipelajari di tanah air, melalui pembagian buku-buku dan selebaran secara GRATIS ketika calon jamaah haji masuk ke Arab Saudi. Dan ternyata buku-buku dan selebaran tersebut lebih bermuatan pada ajaran yang tidak sejalan dengan faham Ahlussunah Wal Jamaah. Upaya tersebut telah berpengaruh dan mengganggu prosesi pengamalan ibadah, khususnya jamaah haji Indonesia yang mayorits berpegang pada faham Ahlussunah Wal Jamaah Nahdlatul Ulama.
Kehadiran KBIH telah banyak membantu peran serta penyelenggaraan haji (Pemerintah/Kemenag RI), khususnya dalam aspek PEMBINAAN dan BIMBINGAN bagi para Calon jamaah haji dan pembinaan pasca haji (alumni haji). Dengan kehadirannya sebagai mitra pemerintah, maka perlu penataan akan peran KBIH ke depan agar lebih berdaya guna dan kehadirannya menjadi mitra pemerintah, khususunya aspek pembinaan dan bimbingan ibadah jamaah haji Indonesia.
Sebagai informasi, bahwa pimpinan dan pengelola KBIH adalah para Ulama, Kyai, Ustadz, dan Ustadzah yang memiliki basis pembinaan di Pondok Pesantren, Majelis Ta’lim dan Pimpinan Lembaga Pendidikan Islam. Secara kuantitatif jumlah ada ± 2000 KBIH. Dan 80% nya dikelola oleh keluarga besar Nahdlatul Ulama (NU) dan berbasis Nahdliyin.
Selanjutnya atas kesamaan visi, misi dan tujuan serta keinginan dari kelompok masyarakat yang terdiri dari Pimpinan KBIH, Travel Haji / Umrah dan Pembimbing Ibadah haji yang berbasis Nahdlatul Ulama (NU), pada tanggal 24 Juni 2009 M / 1 Rajab 1430 H, maka Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) melalui Pengurus Pusat Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (PP.LDNU) telah mendirikan Asosiasi Bina Haji dan Umrah Nahdlatul Ulama (ASBIHU-NU), merupakan wadah berhimpun dan berkumpul para pimpinan KBIH, Travel Haji / Umrah dan Para Pembimbing Ibadah haji yang berbasis NU.

Adapun Visi dan Misi ASBIHU-NU adalah:

Visi       : Mewujudkan kemandirian jamaah haji Indonesia dengan model pembinaan berbasis
              Faham Ahlussunah Wal Jamaah.
Misi      :
1.       Membentengi Jamaah haji Indonesia dari faham-faham yang tidak cocok dengan faham Ahlussunah Wal Jamaah
2.       Sebagai mitra pemerintah dalam mewujudkan asas dan tujuan penyelenggaraan ibadah haji yang sesuai dengan Undang-Undang No. 13 /tahun 2008.
3.       Menjadikan Asosiasi Bina Haji dan Umrah Nahdlatul Ulama sebagai mitra pemerintah, khususunya dalam aspek pembinaan dan pelayanan kesehatan para calon jamaah haji Indonesia.

Adapun tujuan dibentuknya Asosiasi Bina Haji dan Umrah Nahdlatul Ulama adalah:
1.       Untuk meningkatkan kualitas pelayanan, bimbingan, pembinaan dan perlindungan bagi jamaah haji Indonesia, sesuai dengan ketentuan ajaran agama Islam yang menganut faham Ahlussunah Wal Jamaah.
2.       Menjadikan KBIH dan Travel Haji dan Umrah yang professional, amanah, dan bertanggungjawab.
3.       Untuk meningkatkan kualitas dan peran aktif KBIH, khususunya berperan aktif dalam memberikan pembinaan bagi para calon jamaah haji dan umumnya masyarakat muslim Indonesia.
4.       Sebagai media silaturrahim, berkoordinasi dan melakukan pembinaan sesama KBIH, khususunya KBIH yang berbasis Nahdlatul Ulama.
5.       Untuk membentengi jamaah haji Indonesia dari meluasnya pengaruh dan pengamalan ajaran Wahabiyah, serta ajaran lain yang bertentangan dengan nilai-nilai Ahlussunah Wal Jamaah. Baik ketika mereka menunaikan ibadah haji maupun pasca pulang menunaikan ibadah haji.

Selanjutnya untuk mewujudkan Visi, Misi dan tujuan tersebut Asosiasi Bina Haji dan Umrah Nahdlatul Ulama akan melaksanakan usaha-usaha dan kegiatan sebagai berikut:
a.       Mengadakan bimbingan dan pembinaan dikalangan pembimbing dan pengurus KBIH/Travel Haji dan Umrah, Khususnya yang berbasis Nahdlatul Ulama (NU).
b.       Menjalin hubungan kerjasama dengan instansi terkait, baik pemerintah maupun swasta untuk menolak faham-faham dan pengamalan-pengamalan yang keluar dari kultur, budaya dan nilai-nilai ajaran serta faham Ahlussunah Wal Jamaah.
c.       Mengadakan pelatihan dan kursus management tentang pengelolaan KBIH/Travel Haji dan Umrah yang baik dan professional dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan KBIH/Travel Haji dan Umrah.
d.       Mengembangkan usaha-usaha lain yang bermanfaat untuk umat dan warga Nahdlatul Ulama.
e.       Mendirikan lembaga atau sentral unit usaha KBIH yang memiliki nilai manfaat untuk kegiatan dan peningkatan kualitas KBIH/Travel Haji da Umrah.
f.        Mendirikan pusat pembinaan dan bimbingan haji berbasis Ahlussunah Wal Jamaah.
g.       Mendirikan Rumah Sakit atau Poliklinik NU.
h.       Mendirikan dan mempelopori “percontohan KBIH SEHAT”
i.         Pemberdayaan dan pengembangan potensi ekonomi KBIH NU.
j.         Membuat buku pedoman dan panduan manasik haji berbasis Ahlussunah Wal Jamaah.
k.       Membangun jaringan (networking) KBIH berbasis IT.